SEMOGA SELAMAT DAN BERBAHAGIA PEMBACA SEMUA
KETENANGAN DAN KEJERNIHAN BATIN
Keadaan dunia sekarang tidak sama dengan keadaannya setengah abad yang
lalu. Gagasan mengenai kebaikan dan kejahatan berubah dengan cepat, sikap moral
terus menerus perubahan dan pandangan umum manusia sangatlah berbeda.
Kita hidup dalam era yang serba sibuk dan terburu – buru. Ketegangan terasa
dimana – mana. Jika anda berdiri di sudut sebuah jalan yang ramai dan sibuk,
cobalah amati dengan seksama wajah –wajah orang yang berlalu – lalang melewati
anda dengan keadaan yang tergesa – gesa. Anda akan melihat bahwa sebagian besar
katakanlah 80 % dari mereka sedang merasa gelisah. Mereka membawa suasana
stress dalam dirinya. Kebanyakan dari mereka kelihatan sibuk dan cemas. Jarang
sekali anda melihat ketenangan dan kesejukkan pada wajah – wajah mereka itu.
Demikianlah keadaan dunia modern.
Dunia sekarang ini ditandai dengan begitu banyaknya ketergesa – gesaan yang
menimbulkan pengambilan keputusan yang cepat dan tindakan yang ceroboh.
Beberapa orang berteriak saat mereka bisa berbicara dengan nada suara yang
normal, yang lainnya berbicara dengan berapi – api untuk waktu yang lama dan
mengakhiri suatu percakapan setelah hampir kelelahan. Luapan rangsangan apa pun
adalah bentuk stress dalam pengertian ahli fisiologi, dan stress menimbulkan
percepatan dalam proses jasmani.
Gb. Orang
membentak marah
Orang yang sedang mengendarai kendaraan bermotor tidak jarang yang menjadi
cemas, resah ketika melihat lampu hijau menjadi kuning. Manusia resah itu
menganggap peristiwa lampu itu seperti suatu krisis atau ancaman baginya.
Hasilnya adalah orang itu merasa cemas dan tidak bahagia.
Gb. Orang Cemas
Keistimewaan lain dari dunia modern adalah kebisingannya. “Musik memiliki
daya pesona” kata mereka dan bagi kebanyakkan orang sekarang. Musik telah
menjadi teman kebisingannya. Semakin keras kebisingannya, semakin hebat musik
itu bagi mereka. Mereka yang tinggal di kota – kota besar tidak memiliki waktu
untuk memikirkan kebisingannya itu, mereka telah terkondisi dan terbiasa
dengannya. Kebisingan, stress dan ketegangan ini telah menimbulkan banyak
kerugian melalui berbagai macam penyakit – penyakit jantung, kanker, lambung,
ketegangan saraf dan insomnia
(penyakit susah tidur).
Kebanyakan penyakit kita disebabkan oleh kecemasan, ketegangan syaraf,
tekanan ekonomi dan kegelisahan emosi – semua itu adalah hasil dari kehidupan
modern.
Kelelahan jiwa kita semakin meningkat dengan semakin cepatnya hidup kita.
Orang yang sering kali pulang ke rumah setelah bekerja dengan perasaan cemas.
Sebagai akibat konsentrasi mereka menjadi lemah dan efisiensi jasmani dan
rohani mereka menjadi semakin rendah. Orang menjadi mudah tersinggung dan cepat
menemukan kesalahan dan terlibat dalam suatu perselisihan. Ia menjadi salah
konsentrasi dan merasa nyeri, sakit, menderita darah tinggi dan sulit tidur.
Gejala – gejala kelelahan mental ini jelas menunjukkan bahwa tubuh dan jiwa
orang modern butuh istirahat – istirahat semaksimal mungkin.
Dalam ilmu psikologi, untuk
menenangkan pikiran disarankan kita menghindari dari tempat – tempat bising
atau penuh keramaian dan kesibukan, dan menghindari pikiran dari kesibukan
hidup mutlak untuk menjaga kesehatan mental kita. Kapan pun kita sempat,
cobalah pergi ke luar kota dan melakukan perenungan dengan tenang. Ketenangan
dan keheningan itu sangat berguna bagi kita. Belajarlah untuk mengamati
keheningan. Tidak benar jika membayangkan bahwa yang berkuasa adalah mereka
yang ribut, banyak cakap dan sibuk bicara. Ingat Diam adalah emas, dan kita
berbicara hanya ketika kita bisa meningkatkan keheningan. Energi kreatif
terbesar dalam bekerja adalah keheningan. Penting untuk mengamati keheningan.
Contoh: setiap orang mulai dari anak – anak sampai dewasa ketika mereka ada
ujian akhir sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, disadari
atau tidak disadari, di tempat mereka ujian akan di pampang tulisan: HARAP TENANG ADA UJIAN.
Maksud tulisan itu adalah menciptakan suasana tenang dan hening supaya orang
yang ujian bisa berkonsentrasi. Andai pada saat itu anda melakukan orasi,
teriak – teriak, membuat gaduh, pasti anda akan di usir karena dianggap
mengganggu ketenangan dan keheningan dari orang yang ujian. Anda pasti dianggap
pengganggu.
Jadi dari contoh diatas anda pembaca tentunya bisa mengerti dan paham bahwa
tidak dengan teriak – teriak apalagi dengan menggunakan pengeras suara, anda
akan dapat keheningan atau kemudahan dalam konsentrasi.
Percaya atau tidak percaya bahwa sebagian besar kalau tidak boleh
seluruhnya para ahli pikir, orang – orang bijak, orang – orang pilihan
seperti brahmana, pendeta, pandhito, nabi, rasul dalam agama dan sosial
kemasyarakatan mereka mendapatkan wahyu, petunjuk, wangsit, atau apapun namanya
lewat Perenungan
dalam Keheningan. Proses perenungan atau keheningan yang mereka lakukan bisa
disebut: Meditasi, yoga, samadhi,
semedi, tahanut, I’tikaf, bertapa, topo atau sebutan lainnya. Tujuan
mereka hanya satu menciptakan suasana keheningan. Dalam keheningan dia bisa
berpikir jernih, bersih dan tidak terkotori pikirannya. Singkatnya, dengan
keheningan akan mudah menciptakan titik konsentrasi. Tempat mereka melakukan
perenungan pasti berada di tempat – tempat sepi, jauh dari keramaian dan
kebisingan manusia umum seperti di gua – gua, hutan – hutan , dan gunung
– gunung yang terpenting jauh dari kebisingan.
Gb. Orang meditasi
Dari keterangan diatas apakah anda pembaca bisa menemukan contoh nyata
dalam sejarah atau kisah kisah dari orang – orang yang anda kagumi, hormati,
sanjung, puja, atau di idolakan (istilah anak muda), bahwa orang itu mendapat
petunjuk atau wahyu itu dalam bersemedi, meditasi, tahanut di dalam gua, hutan,
dan gunung?
Bila anda jawab “YA” berarti anda telah meningkat pengetahuan anda.
Sekarang arahkan pikiran anda untuk mengamati lebih dalam pada orang yang
bersemedi, meditasi atau tahanut. Untuk lebih komunikatif kata meditasi kami ganti dengan merenung.
Sekarang jawab beberapa
pertanyaan berikut:
1.
Mengapa ia merenung?
2.
Dimana ia merenung?
3.
Kapan ia merenung?
4.
Apa yang ia ucapkan dalam merenung?
Apakah do’a – do’a, apakah mantra – mantra?
5.
Untuk apa ia merenung?
6.
Siapa yang merenung?
Bila anda sudah bisa menjawab berarti sudah semakin meningkat pola pikir
anda. Sekarang mari kita analisa satu persatu pertanyaan diatas.
1. Mengapa ia merenung?
Tentunya ada satu hal yang
berlawanan (konflik) dengan apa yang ada di dalam pikiran pelaku dengan yang
diluar pikiran pelaku misal: keadaan yang ada di masyarakat. Disini pikiran
pelaku kontradiksi dengan yang ada dipikiran luar pelaku atau di masyarakat.
Contoh: di suatu masyarakat satu kelompok bersenang – senang / foya – foya
sementara di satu kelompok hidup susah. Ada orang yang mengamatinya yaitu
pelaku yang merenung. Pikiran si perenung pasti bertanya – tanya kenapa,
mengapa orang – orang tidak memikir yang lain, satu susah satu senang. Untuk
mencari jalan keluarnya si perenung melakukan perenungan supaya mendapat
petunjuk atau arahan cara untuk mengatasinya.
2. Dimana ia merenung?
Tentu saja si perenung mencari
tempat yang sepi, hening supaya mudah mendapatkan petunjuk atau ilham. Sehingga
tidak terganggu oleh kebisingan masyarakat yang berfoya – foya. Si perenung
mencari tempat dalam gua, hutan, gunung, atau tepi pantai. Si perenung dapat
ketenangan pikiran terlebih dahulu dan terus waspada mengamati yang ada
dipikirannya.
3. Kapan ia merenung?
Waktu perenungan bisa sesuai
dengan si perenung sendiri, tapi secara umum keheningan itu ada di malam hari.
Kenapa? Karena dimalam hari tenang, tidak terlalu gaduh, binatang malam mulai
berbunyi menambah mantap keheningannya secara alami. Dalam dunia ilmu frekwensi
gelombang, gelombang di malam hari lebih jernih dan baik untuk
memancarkan siaran lewat radio, televisi, atau alat komunikasi lainnya.
Maka tak heran jika malam hari itu baik untuk merenung. Di masyarakat kita
kenal dengan istilah renungan suci, renungan malam. Semua dilakukan di malam
hari khusunya tengah malam.
4. Apa yang ia ucapkan dalam merenung? Apakah doa
– doa apakah mantra – mantra?
Pertanyaan ini sangat pelik
dan sensitive. Karena menyangkut masalah istilah doa’a atau mantra, pasti sudah
di kotak kotak menurut keyakinan atau pegangan hidup yang orang miliki
sekarang. Kelompok A pasti tidak mau menggunakan cara atau do’a kelompok B,
sedang kelompok B tidak akan mau menggunakan seperti kelompok A. dan itu
juga berlaku dengan kelompok C, D, atau sampai Z sekalipun. Pasti tidak mau.
Sekarang, mari kita analisa
secara jernih. Adanya do’a – do’a atau mantra – mantra itu berasal dari kitab
atau buku – buku suci dari kelompok masing – masing. Kitab atau buku – buku
suci itu merupakan hasil kumpulan dari petunjuk, ilham, wangsit atau wahyu dari
si perenung selama melakukan perenungan. Selama menerima panggilan “suci” atau
wahyu, ilham, wangsit hasilnya ditulis dalam buku yang akhirnya dianggap
sebagai “kitab suci”. Isi kitab suci itu meliputi do’a – do’a atau mantra –
mantra petunjuk – petunjuk lain yang harus diyakini dan di jalankan oleh
pengikut kelompok tersebut.
Kini kita kembali ke
pertanyaan : Apa yang ia ucapkan dalam merenung? Apakah do’a atau mantra
seperti yang ada di buku – buku suci yang dianut pengikutnya sekarang? Jawabnya
: “TIDAK”.
Kenapa? Karena do’a atau
mantra yang ada di buku suci itu hasil dari si perenung saat dia merenung.
Sehingga sebelum dia mendapatkan hasil dari perenungan itu yang namanya
do’a atau mantra atau petunjuk yang ada dibuku suci itu belum ada.
Coba pahami lebih dalam dan renungkan jawaban diatas!
Tentu saja si perenung
mengucapkan atau bahkan tidak mengucapkan apa – apa. Kalaupun mengucap pasti
sekitar apa yang ia renungkan dengan menggunakan bahasa si perenung sendiri.
Bisa bahasa Arab, Indonesia, Pali, Sansekerta, Persia, Inggris, Mexico,
Afrika bahkan bisa jadi Bahasa Jawa, atau Cina sesuai dengan bahasa asli si
perenung sendiri. Andai si perenung mengucap pasti sekitar permasalahan yang
direnungkan. Misal:
“ ………….. mengapa masyarakat hidup begini? Harus bagaimana
mengatasinya? Aku harus bagaimana? Semoga aku mendapat petunjuk untuk
mengatasinya . Biar masyarakat menjadi hidup tentram dan damai………”
Kalimat diatas tentunya
diucapkan dalam batin si perenung sambil terus menerus berkonsentrasi agar bisa
mendapatkan jalan pemecahan persoalan yang ada di masyarakatnya.
Karena dalam perenungan bukan
ucapan yang diutamakan tapi niat yang
kuat didalam pikiran itu sendiri. Dengan demikian anda pembaca tidak perlu
berdebat mengenai apa ucapan atau do’a yang dipakai dalam proses merenung, tapi
konsentrasikan atau pusatkan pikiran anda pada tujuan utama untuk
merenung.
5. Untuk apa ia merenung?
Tentunya ia merenung untuk
tujuan sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran si perenung. Semisal seperti
contoh dalam ucapan di proses merenung (no. 4) “ ………Biar masyarkat menjadi tentram dan damai …………”
Tentunya perenungan tujuannya
untuk kearah kebaikan dan bukan untuk arah kejahatan dalam hidup sehari –hari.
6. Siapa yang merenung?
Tentu saja
orang yang melakukan perenungan dulunya adalah para ahli pikir, tokoh – tokoh,
orang – orang bijak, orang – orang besar seperti brahmana, pendeta, avatar,
arahat, nabi, rasul dan lain sebagainya. Mereka adalah orang yang berjiwa
besar, berwawasan luas, dan manusiawi. Pasti orang yang merenung adalah orang
bijak. Bukan orang - orang yang suka
kekerasan atau permusuhan sesama umat manusia dalam hal perkara – perkara yang
tidak terlalu penting untuk kedamaian dan ketentraman hidup, seperti yang
sering terjadi di masyarakat kita saat ini.
Setelah anda
pembaca memahami paparan diatas, kami penulis yakin bahwa anda sekarang
menjadi orang yang lebih bijak dan mau berbuat baik untuk kesejahteraan dan
kedamaian umat manusia di dunia ini tanpa berprasangka buruk pada pihak
lain meski agama, suku, adat istiadat berbeda.
“SILENCE IS GOLDEN, SPEECH IS SILVER “
“ DIAM ADALAH EMAS, BICARA ADALAH PERAK”
“THERE IS TIME TO TALK, THERE IS TIME TO SILENCE”
“ ADA WAKTU BICARA, ADA WAKTU DIAM “
“CONTROL YOUR MIND TO BE CALM “
“ARAHKAN PIKIRANMU AGAR TENANG “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar