Selasa, 14 Agustus 2012

CERITA IKAN KURA KURA DAN KATAK BIJAK


SEMOGA SELAMAT DAN BERBAHAGIA PARA PEMBACA SEMUA.

CERITA IKAN & KURA KURA dan KATAK BIJAK
Ikan dan Kura-kura serta
Katak yang bijak

Pada jaman dulu ada seekor ikan. Karena ikan selama hidupnya ada di dalam air dan yang dia tahu tidak ada lain hanyalah air. Suatu hari ikan itu berenang di kolam air kecil tempat dia hidup setiap harinya, dan kebetulan ketemu dengan seekor kura kura kenalannya yang baru saja kembali dari berlibur di daratan.

“Selamat siang, pak Kura kura!” kata ikan :”Sudah lama saya tidak ketemu kamu, kemana saja selama ini?
”Oh” kura kura berkata”Aku baru saja bepergian di daratan (tanah kering)”
”Oh tanah kering” teriak ikan itu:”Apa maksudmu dengan ’Tanah Kering’? Tak ada tanah kering itu. Aku tidak pernah melihatnya. Tanah kering itu tidak ada.”
“Baiklah” kata kura kura dengan sopan, “Jika kamu ingin berpikir begitu, tentu saja boleh; tidak ada siapapun yang bisa mencegahmu. Tetapi bagaimanapun, itu adalah tempat aku telah pernah kesana.”
“Oh ada ada saja” kata ikan:”bicara yang masuk akal. Katakan kepadaku sekarang seperti apa tanah kering itu? Apa semuanya basah?”
“Tidak, itu tidak basah”, kata kura kura.
”Apakah itu enak dan segar serta dingin?” tanya ikan.
”Tidak, itu tidak enak, segar dan dingin”, jawab kura kura.
”Apakah itu jernih, sehingga sinar bisa menembusnya?”
”Tidak, itu tidak jernih; sinar tidak bisa menembusnya.”
”Apakah itu lunak dan lentur; sehingga aku bisa menggerak-gerakan siripku di dalamnya dan hidungku bisa memasukinya?”
”Tidak, itu tidak lunak dan lentur; kamu tidak bisa berenang di dalamnya.”
”Apa itu bergerak atau mengalir seperti aliran air?”
”Tidak, itu tidak bergerak juga tidak mengalir seperti aliran air.”
”Apakah itu naik turun dalam gelombang, lalu, muncul busa (gelembung udara) di dalamnya?” tanya ikan dengan jengkel karena selalu dijawab ”TIDAK..TIDAK..TIDAK”
”TIDAK” jawab kura kura dengan jujur:” itu tidak naik turun seperti gelombang, aku pernah melihatnya.”

”Iya kan!” teriak ikan dengan bangga karena merasa menang. ”Bukankah aku sudah bilang bahwa tanah yang kamu tahu itu tidak ada? Aku sudah bertanya banyak dan kamu selalu menjawab itu tidak dingin, tidak jernih, tidak lunak dan itu tidak mengalir seperti air, tidak naik turun seperti gelombang. Dan bila tidak ada satupun dari itu semua, apalagi kalau bukan Tidak Ada (tanah kering). Sudah jangan cerita lagi padaku!”
”OK, baiklah, tidak masalah bagi saya” jawab kura kura,”Bila kamu tetap berpikir bahwa tanah kering itu tidak ada, saya pikir kamu terus saja berpikir seperti itu. Tetapi siapapun yang tahu bagaimana air dan bagaimana daratan itu, akan mengatakan kamu ikan sangat tolol, karena kamu menganggap bahwa segala sesuatu yang kamu tidak pernah tahu adalah tidak ada sebab kamu tidak pernah mengetahuinya.”
Dan berkata itu kura kura berbalik dan terus meninggalkan ikan di kolam air yang kecil, terus berlibur ke daratan lainnya tanah kering (yang ikan angagap) tidak ada.
Melihat kejadian itu, seekor katak yang bijak berkata kepada ikan:”Apa yang telah kura kura katakan padamu adalah benar adanya dan itu nyata. Masalahnya ada hanya pada diri kamu (ikan) bahwa kamu belum pernah melihat tanah kering (daratan). Pandai pandailah dan banyaklah belajar dari hal hal yang berbeda, kamu akan jadi pintar dan bijaksana untuk menghadapi segala permasalahan. Pintarlah dan Bijaksanalah.” Dan katak itu meninggalkan ikan tersebut sendirian.
Dari cerita fabel ini jelas baik kura kura, yang mengenal dua tempat daratan dan laut (air), tidak bisa menjelaskan keadaan daratan itu kepada ikan, dan ikan tidak pernah mengerti bagaimana daratan itu karena yang ikan tahu hanya lautan (air) saja. Sedangkan katak bisa setuju dengan penjelasan kura kura, karena katak tahu bagaimana daratan itu dan bagaimana lautan itu.
Dikutip dari: Moral Fables

Lihat cerita diatas versi bahasa Inggris di akhir tulisan blog ini.

Dari cerita diatas, mari kita menjawab pertanyaan berikut:
1.    Apakah yang ingin ikan tanyakan kepada Kura kura?
2.    Apakah kura kura menjawab?
3.    Apakah ikan mengerti jawaban kura kura?
4.    Mengapa ikan tidak mengerti jawaban kura kura?
5.    Apa yang kura kura katan pada ikan akhirnya?
6.    Apa nasihat katak kepada ikan?

Mari kita analisa isi perdebatan cerita ikan dan kura kura diatas:
1.    Bagaimana cara berpikir manusia pada umumnya? Apakah seperti cara pikir seperti ikan atau berpikir seperti kura kura?
2.    Banyak mana orang yang berpikir cara seperti ikan atau seperti kura kura?
3.    Mengapa demikian?
4.    Orang yang banyak pengetahuannya seharusnya meniru cara pikir ikan atau cara pikir kura kura?
5.    Mengapa demikian?

****************************************************

Kebanyakan manusia berpikir seperti ikan yang hanya berkutat pada itu itu saja, dan enggan untuk bereksperimen atau ekspansi seperti kura kura. Orang cenderung menirukan apa apa yang ada seperti biasanya dan tidak berani untuk melangkah atau bereksperimen untuk pengalaman pribadi.
Ikan hanya tahu air, selamanya dia tahu dan hidup hanya di air. Ketika kura kura yang pernah keluar dari air dan ternyata menemukan daratan, dan di daratan bisa hidup juga, maka pengetahuan hidup kura kurapun bertambah bahwa sebenarnya kehidupan tidak hanya ada di air tetapi juga ada di darat.
Dari sini orang yang berpikir seperti ikan maka dia enggan dan tidak mau menerima pendapat ataupun wacana dari pihak lain. Biasanya orang semacam ikan ibaratnya orang membaca hanya satu buku saja dan tidak mau membaca buku buku lainnya. Tetapi orang yang semacam kura kura ibaratnya orang yang banyak membaca buku buku atau pengetahuan lainnya di bisa menerimanya.
Orang berpikir seperti ikan, apabila mendapatkan sesuatu yang asing atau aneh (baru), maka pendapat yang asing atau aneh akan dianggap menyimpang, sesat, ataupun sebutan lain karena tidak sesuai dengan buku buku yang dia baca selama ini. Orang seperti ikan akan bersifat Kolot dan ekstrim. Tetapi orang berpikir seperti kura kura tidak akan merasa asing atau aneh (baru) bila mendapat masukan pendapat atau ide yang lain. Dan orang berpikir seperti kura kura akan mudah menerima (fleksibel) terhadap hal hal baru ataupun perubahan perubahan yang ada dan tidak serta merta mengutuk atau mencaci bahwa hal yang baru itu pasti jelek, hal baru pasti menyimpang, sesat atau buruk lainnya. Orang seperti kura kura akan bersifat moderate. Bila orang lain tidak mau menerima pendapatnya(orang berpikir seperti kura kura) ya biarlah memang daya pikir orang yang lain (seperti cara pikir ikan) hanya sebatas itu adanya. Kita tidak perlu memaksakan pendapat kita kepada orang yang tidak mampu menerimanya.
Ini perlu pemahaman dan pengetahuan yang banyak untuk memahami tulisan ini.
Ini pernah terjadi dalam satu cerita dialog antara orang orang yang berkeyakinan atau berkepercayaan A, B, C, dan D.
Si A akan mengatakan bahwa cara dia menjalani hidup adalah yang paling benar, selain jalan A semuanya adalah salah, sesat, tidak akan bisa masuk surga di kemudian hari.
Si B tidak mau kalah dengan si A juga mengatakan bahwa cara dia menjalani hidup adalah yang paling benar, selain jalan B semuanya adalah salah, sesat, tidak akan bisa masuk surga di kemudian hari.
Si C pun tidak mau kalah dengan si A dan B juga mengatakan bahwa cara dia menjalani hidup adalah yang paling benar, selain jalan C semuanya adalah salah, sesat, tidak akan bisa masuk surga di kemudian hari.
Sekarang tinggal si D melihat si A, B, dan C berpendapat dan berdebat, Si D memberikan contoh:
Suatu hari ada Si OB orang bijak didatangi orang ingin meminta pendapatnya.
Di pagi hari si OB orang bijak didatangi tamu F, F menanyakan apakah perlu orang itu beragama. OB menjawab Sangat Perlu. Orang perlu beragama.
Di siang hari Si OB didatangi tamu G, G menanyakan apakah perlu orang itu beragama. OB menjawab Tidak Perlu. Orang  tidak perlu beragama.
Di sore hari Si OB didatangi tamu H menanyakan apakah perlu orang itu beragama. OB menjawab itu tergantung kamu (H) berpikir bisa perlu bisa tidak. Orang perlu beragama atau tidak kamu bisa menentukannya.
Di malam hari Si OB ditanyai oleh anaknya yang sejak pagi, siang dan sore melihat dan mendengar tamu tamu tersebut, ”mengapa Bapak menjawab di pagi Sangat Perlu, di siang hari menjawab Tidak Perlu, dan di Sore hari menjawab Bisa perlu dan bisa tidak perlu?” tanyanya.
Si OB menjawab dengan bijak ”Oh, anakku mari saya jelaskan, di pagi hari si F menanyakan perlu apa tidak orang beragama, maka saya jawab PERLU sebab si F sangat mencari dan membutuhkan pegangan hidupnya. Dan siang hari saya jawab TIDAK PERLU sebab si G orangnya sangat agamis dan ekstrim dan tidak membutuhkan jawaban saya ”Perlu” malah sebaliknya saya jawab TIDAK PERLU dan si G sudah memeluk suatu agama, dan terakhir sore hari si H saya jawab BISA PERLU BISA TIDAK sebab si H orangnya sudah bisa membedakan perlu dan tidaknya orang beragama dan Si H sudah tahu dan mengerti bahwa Agama itu diterapkan dengan perilaku yang baik bukan untuk dibicarakan saja (Omong saja tanpa tindakan atau NATO = No Action Talk Only) dan tegasnya si H dewasa (maju daya pikirnya) bukan seperti G yang masih muda (remaja daya pikirnya) dan F yang masih anak anak daya pikirnya. Maka dari itu jawaban pagi PERLU, siang TIDAK PERLU, dan sore BISA PERLU DAN BISA TIDAK PERLU.” Akhirnya anaknyapun mengerti bahwa bicara baik tanya maupun menjawab perlu di pikirkan dalam dalam (di analisa).
Setelah menjelaskan itu Si D menjawab silahkan Si A dengan caranya sendiri, Si B dengan caranya sendiri dan C dengan caranya sendiri untuk menjalani hidup ini. Tapi saya (Si D) tidak akan menyalahkan atau mengatakan cara kamu ABC benar ataupun salah, biarlah kamu menjalani hidup ini sesuai dengan caramu dan tidak menyalahkan atau menjelekkan satu sama lain.
Untuk apa saya mengaku beragama A, B, C dan membela agama A, B, C tapi perilaku saya merusak, menjelek-jelekkan , dan mencemooh pihak pihak lain itu sesat dan salah. Kalau kita sadar kita mengaku beragama perlu tahu ada prasasti berikut ini:

PRASASTI BATU XII RAJA ASOKA – INDIA 3 SM:
“Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan menjelek – jelekkan agama orang lain, tetapi ia harus menghormati agama orang lain untuk alasan ini dan itu. Dengan demikian ia menolong agamanya sendiri untuk berkembang juga memberikan bantuan kepada agama orang lain. Dengan melakukan hal yang sebaliknya ia menggali kuburan bagi agamanya sendiri dan juga merugikan agama – agama lain. Siapa saja yang menghormati agamanya sendiri dan menjelek – jelekkan agama lain, melakukannya karena setia (fanatik) kepada agamanya sendiri, berpikir: ‘Aku akan memuliakan agamaku.’Akan tetapi dengan melakukan hal itu, justru sebaliknya melukai agamanya sendiri lebih parah. Jadi rukunlah, sungguh patut dipuji:
‘Marilah semua mendengar,
mau mendengar ajaran yang dinyatakan orang lain.’

Sungguh dalam makna prasasti ini.

Selamat merenungkan tulisan blog ini dengan dalam.

Semoga kesadaran dan kecerdasan pikir pembaca semua bisa membawa kehidupan ini lebih baik dan damai.

A FISH AND A TURTLE
AS WELL AS A WISE FROG

Once upon a time there was a fish. And just because it was a fish, it had lived all its life in the water and knew nothing whatever about anything else but water. And one day as it swam about in the pond where all its days had been spent, it happened to meet a turtle of its acquaintance who had just come back from a little excursion on the land.
“Good day, Mr. Turtle!” said the fish:” I have not seen you for a long time. Where have you been?”
“Oh”, said the turtle, “I’ve just been for a trip on dry land”.
“On dry land!” exclaimed the fish:”What do you mean by ‘on dry land’? There is no dry land. I have never seen such a thing. Dry land is nothing”.
“Well”, said the turtle good-naturedly, “if you want to think so, of course you may; there’s no one who can hinder you. But that’s where I’ve been, all the same”.
“O come”, said the fish, “try to talk sense. Just tell me now what is this land of yours like? Is it all wet?”
“No, it is not wet”, said the turtle.
“Is it nice and fresh and cool?” asked the fish.
“No, it is not nice and fresh and cool”, the turtle replied.
“Is it clear, so that light can come through it?”
“No, it is not clear; light cannot come through it”.
“Is it soft and yielding; so that I could move my fins about in it and push my nose through it?”
“No, it is not soft and yielding; you could not swim in it”.
“Does it move or flow in streams?”
“No, it neither moves nor flows in streams”.
“Does it ever rise up into waves, then, with white foam in them?” asked the fish becoming just a little impatient at this string of Noes.
“NO”, replied the turtle truthfully: “it never rises up into waves that I have seen”.

“There now!” exclaimed the fish triumphantly. “Didn’t I tell that this land of yours was just nothing? I have just asked, and you have answered me that it is neither wet nor cool, not clear nor soft and that it does not flow in streams nor rise up into waves. And if it isn’t a single one of these things, what else is it, but nothing? Don’t tell me!”
“Well, well, well”, said the turtle, “if you are determined to think that dry land is nothing, I suppose you must just go on thinking so. But any one who knows what is water and what is land would say were just a very silly fish, for you think that anything you have never known is nothing just because you have never known it.”
And with that the turtle turned away and, leaving the fish behind in its little pond of water, set out on another excursion over the land that was nothing.
Seeing this incident, a wise frog said to the fish:”What the turtle has said to you is right and it really exists. The problem is only in you (fish) yourself that you have never ever known the dry land. Be smart and much learning from different things, you will be smart and wise to face any problem. Be smart and wise.” And the frog left the fish alone.
It is evident from this fable that neither the turtle, which is acquainted with both land and sea, could explain to the fish real nature of the land, nor could the fish understand what land is as it is acquainted only with the sea. While the frog could agree with the turtle’s explanation, since the frog knew what the land is and the sea is.
                                          (Taken from: Moral fables)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar